HISTORIS KOTA SURABAYA
Surabaya
adalah kota pahlawan yang memiliki banyak sejarah termasuk dalam penamaan nama
Surabaya itu sendiri. Terdapat beberapa versi cerita tentang sejarah bagaimana
nama Surabaya itu terbentuk. Sejarah yang pertama yaitu dari legenda masyarakat
yang diturunkan dari mulut ke mulut dimana pada cerita tersebut diceritakan
bahwa Suro (ikan hiu) dan Boyo (buaya) adalah dua hewan yang sering berkelahi
lantaran memperebutkan mangsa. Keduanya sama – sama ganas dan cerdik hingga
pada akhirnya mereka lelah dengan perkelahian dan membuat sebuah perjanjian
dimana ikan Suro memiliki wilayah laut dan Boyo memiliki wilayah darat, sebagai
batasan yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut.
Perkelahian berhenti mulai dari kesepakatan tersebut hingga pada akhirnya ikan
Suro melanggar dengan mencari mangsa di sungai dimana Boyo menganggap bahwa
sungai sudah termasuk wilayah daratan bukan lautan. Terjadilah perkelahian yang
sangat sengit antara keduanya hingga pada akhirnya setelah terluka parah ikan
Suro kembali ke lautan dan Boyo merasa puas karena telah mampu mempertahankan
daerah kekuasaannya. Namun tak berselang lama, diketahui bahwa keduanya ditemukan
mati karena luka parah bekas perkelahian. Untuk mengenang kejadian tersebut
masyarakat menamakan daerah sekitar perkelahian tersebut dengan nama
“Surabaya”. Kemudian dibuatlah sebuah patung yang berbentuk ikan hiu dan buaya
identik seperti cerita masyarakat yang diceritakan. Patung Suro dan Boyo ini
dibuat oleh seorang seniman patung dan dosen Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta
yang bernama Sigit Margono. Kini Patung Suro dan Boyo telah menjadi landmark
Kota Surabaya.
Sejarah
yang kedua menceritakan bahwa Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura
berarti jaya atau selamat dan Baya berarti bahaya. Jadi, Surabaya berarti
selamat dari bahaya. Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-Tar yang
hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kertanegara, karena
Kertanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara
Tar-tar. Setelah mengalahkan Jayakatwang orang-orang Tar-Tar merampas harta
benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya
tidak terima diperlakukan sepereti ini. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya
menyerang tentara Tar-Tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir
kembali ke Tiongkok. Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya
inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.
Namun
ada sejarah lain yang juga menceritakan seperti perpaduan antara sejarah yang
pertama dengan sejarah yang kedua yaitu dimana bukti - bukti sejarah
menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada sebelum periode kolonialisme, sebagaimana
disebutkan dalam prasasti Trowulan I, tahun 1358 M. Dalam prasasti itu
diungkapkan bahwa Surabaya adalah sebuah desa di perbatasan sungai Brantas
sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.
Surabaya juga disebutkan dalam Negara Kertagama Pujasastra ditulis oleh Prapanca
yang menceritakan tentang perjalanan besar Baginda Hayam Wuruk pada tahun 1365,
di Pupuh XVII (bait-5, baris terakhir). Meskipun bukti-bukti tertulis kuno
menyebutkan bahwa nama Surabaya muncul tahun 1358 M (prasasti Trowulan) &
1365 M (Negara Kertagama), para ahli menyarankan bahwa Surabaya sudah ada
sebelum itu tahun. Berdasarkan Hipotesis Von Faber, Surabaya telah didirikan
pada tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat tinggal baru bagi prajuritnya
yang berhasil dalam memerangi pemberontakan Kemuruhan di 1270 M. Versi lain
dari hipotesis yang mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang
hidup dan mati Adipati Jayengrono dalam perang Sawunggaling. Namun, setelah
tentara Tartar dikalahkan, Raden Wijaya membangun sebuah istana di Ujung Galuh
dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin wilayah itu. Saat ia telah
mengendalikan kekuasaan Buaya (Ilmu Buaya), ia menjadi kuat dan kemerdekaan,
sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk Jayengrono, Sawunggaling telah
dikirim ke belajar Sura Power (Ilmu Sura). Kompetisi supranatural telah
dilakukan dalam tujuh hari dan tujuh malam dan berlangsung tragis, karena
keduanya punya tak berdaya. Kata “Surabaya” juga telah didefinisikan secara filosofis
sebagai berjuang, simbolis antara air dan tanah. Selain itu, dari kata Surabaya
juga mengungkapkan tentang mitos Suro (ikan hiu) dan Boyo (Buaya) perang,
yang membuat banyak saran bahwa nama Surabaya muncul setelah perang itu.